Beberapa waktu lalu saya mengunjungi adik yang tinggal di daerah Banjarsari - Ciamis sebelah selatan. Pagi hari saat pulang kami menyempatkan diri mampir ke pasar Banjarsari, rencananya ingin membeli ikan gabus. Di pasar ini biasanya terdapat ikan gabus dalam ukuran besar - besar (bisa sampai lebih sekilo seekor).
Yang unik di pasar ini diantaranya adalah kendati secara geografis berlokasi di Jawa Barat tapi banyak orang berkomunikasi dalam bahasa Jawa Banyumasan terutama para pedagangnya. Namun saya tak sempat mewawancarai (hehe...) asal usul bapak - bapak dan ibu - ibu yang berkomunikasi dalam bahasa Banyumasan ini.
Dari perburuan terhadap ikan gabus, saya mendapatkan bahan makanan unik lain yang dijual oleh pedagang di sebelah penjual ikan gabus yakni Kijing (atau ada juga yang menyebutnya Toe). Kijing adalah sejenis kerang air tawar yang berukuran besar.
Saya ingat waktu kecil dulu jika 'ngabedahkeun balong' (memanen ikan dari kolam dengan cara mengeringkan airnya ) di Banjarsari, kampung halaman ibu saya salah satu obyek buruan sampingan adalah Kijing ini. Binatang ini hidup di dalam lumpur. Sepupu saya yang tinggal di daerah ini bisa mendeteksi keberadaan Kijing ini dengan melihat gerakan lumpur. Sekali 'ngabedahkeun balong' dulu (saya tidak tahu apakah sekarang masih sama) bisa didapat berkarung - karung Kijing atau Toe ini.
Kendati saya pernah melihat di salah satu tayangan televisi, Kijing ini juga biasa digunakan sebagai tambahan pakan untuk bebek, tapi karena rasanya yang menurut saya enak dan saya suka, dibeli juga Kijing ini. Harganya ternyata memang murah, hanya dua puluh ribu rupiah satu kilo, saya membeli setengah kilo. Kijing/Toe yang dijual di pasar ini sudah dalam keadaan siap masak, sudah dikupas kulitnya.
Karena tak tahu keamanan bahan makanan ini apalagi untuk anak - anak, saya memutuskan untuk memasaknya dengan bumbu yang agak pedas, maksudnya untuk memudahkan dalam menghalangi anak saya ikut mencicipi makanan ini, karena untungnya dia tidak suka pedas.
Saya membolak - balik buku 1001 masakan lengkap tulisan Ibu Lusiana Wijaya dan S Rina Tofani terbitan Apollo Surabaya yang pernah saya ceritakan. Tentu saja di sini tidak sada masakan berbahan dasar King atau Toe. Setelah membayangkan bagaimana kira - kira jadinya setelah menjadi masakan lengkap, saya memutuskan memasak Kijing menggunakan bumbu 'Pesmol' yang biasa diterapkan untuk ikan.
Dan inilah resep dan cara membuat Kijing bumbu Pesmol yang sudah saya buat :
250 gram Kijing/Toe/Kerang besar air tawar
4 cabai rawit merah ukuran besar dibelah empat
1 batang serai
1 lembar daun salam
3 kuntum daun kemangi
1 cangkir air
2 sendok makan minyak sayur
garam (saya gunakan 1/2 sendok teh)
gula (saya gunakan 1/2 sendok teh)
1 iris lengkuas
Bumbu pesmol halus : 3 siung bawang putih
3 butir bawang merah
1 butir cabai merah
6 butir kemiri
1 ruas jari kunyit tua
1 ruas jari jahe
seujung sendok teh merica
Cara membuat :
1. Panaskan minyak sayur, tumis bumbu dengan api kacil hingga matang dan harum, masukkan garam, gula, serai, salam, lengkuas, daun kemangi dan air,biarkan hingga mendidih.
2. Besarkan apinya dan masukkan kijing, masak hingga airnya meresap habis. Terakhir masukkan irisan cabai rawit. Angkat dan sajikan.
Hal yang menjadi catatan dalam memasak Kijing ini adalah Kijing tiak boleh dimasak terlalu lama karena tekstur dagingnya akan terasa alot.
Kijing atau Toe ini berbeda dengan haremis atau remis, perbedaannya terletak antara lain pada ukuran, warna cangkang dan tempat hidupnya. ukuran Kijing jauh lebih besar daripada haremis. Warna cangkang haremeis cenderung dominan berwarna kuning sedangkan Kijing biasanya berwarna cenderung kehitaman. dan kendati sama - sama hidup di dalam lumpur, haremis lebih banyak terdapat di air yang mengalir sedangkan kijing banyak terdapat di kolam atau rawa.