Lebaran tahun ini adalah giliran kami bertiga berlebaran di Bandung. Karena kekhawatiran adanya macet, sejak sekitar tiga minggu sebelumnya kami sudah memutuskan akan memanfaatkan kereta sebagai moda transportasi dalam perjalanan ke Bandung.
Saya adalah penyuka perjalanan menggunakan kereta sejak dulu. Segala macam jenjang kelas pernah saya coba dulu. Kami sudah mendapat informasi bahwa pengelolaan kereta sekarang sudah jauh lebih baik dan tertib. Tiket hanya dijual sesuai jumlah tempat duduk yang tersedia, sehingga jauh lebih manusiawi. Karena kami juga mendapat informasi bahwa jika naik kereta akan dikenakan tarif terjauh, kami memutuskan naik kereta ekonomi untuk perjalanan kali ini.
Begitu mengambil keputusan menggunakan kereta, suami langsung memesan tiket. Sengaja kami membeli tiket di stasiun, selain karena stasiun merupakan tempat pembelian tiket yang terdekat dari rumah juga kami berharap bisa mendapat informasi secara tatap muka jika ada yang ingin kami ketahui. Sebenarnya informasi dan reservasi bisa diakses melalui tiket.kereta-api.co.id tapi informasi ini baru kami dapat setelah membeli. Untuk berangkat kami mendapat jadwal kereta reguler yang berangkat siang hari sedangkan untuk pulang mendapatkan jadwal kereta tambahan yang berangkat malam hari. Dan inilah pengalaman perjalanan kami.
Ternyata naik kereta sekarang tahapan prosedurnya lebih banyak tapi jauh lebih nyaman. Sangat costumer oriented.
Kami berangkat ke stasiun sekitar sejam sebelum jadwal keberangkatan yang tercantum di tiket. Jarak dari rumah ke stasiun kurang dari lima ratus meter.
Begitu sampai di stasiun, kami harus mencetak boarding pass berdasar tiket yang telah kami peroleh sebelumnya di mesin pencetak mandiri dengan cara men-scan barcode yang terdapat di tiket yang kami beli secara konvensional sebelumnya. Kemudian melewati pemeriksaan untuk mencocokan data yang ada di tiket yang tercetak dengan kartu identitas kami (putri saya menggunakan kartu keluarga). Kemudian kami masuk ke dalam stasiun, duduk menunggu kereta tiba.
Alhamdulillah kereta datang tepat pada waktunya. Kami pun naik ke dalam kereta. Saat ini petugas di stasiun cukup cekatan sehingga begitu kereta tiba langsung disiapkan tangga untuk masuk ke dalam kereta.
Mengenai kehadiran pedagang asongan sebenarnya jika tidak memaksa atau mengganggu mungkin penumpang tidak keberatan. Tapi pengalaman saya dulu sebelum ada perubahan ini, para Bapak dan Ibu pedagang asongan ini banyak yang suka mengganggu dan memaksa penumpang (meski ada juga yang santun). Saya kerap dibangunkan dari tidur dengan suara keras dan dicolek - colek dengan botol minuman. Dan jika saya menggeleng mengatakan tidak dengan senyum sekalipun akan terdengar gerutuan yang sangat tidak mengenakan.
Masih mending jika mereka benar - benar menjual sesuatu (berdagang), dalam satu rangkaian kereta kerap terdapat banyak pengemis dengan beragam gaya, mereka kadang mengumpat jika kita tidak menyiapkan recehan untuk mereka.
Tiolet dalam kereta sepertinya secara rutin diperiksa, sayangnya saya menggunakan setelah beberapa orang menggunakan secara berurutan, sehingga aromanya sudah berubah. Saya maklum,tidak semua penumpang mempunyai kesadaran yang sama.
Saya baru berani bercerita sekarang setelah semua berubah. Dulu meski tidak nyaman saya anggap hal tersebut bagian dari resiko memilih kelas ekonomi yang murah meriah (khawatir dikomentari, bayar murah kok minta nyaman hehe). Sekarang semuanya tinggal cerita lalu. Kereta ekonomi berhenti di stasiun Kiaracondong. Di luar stasiun banyak ditawarkan mobil omprengan tapi kami punya taksi langganan. Jadi kami berjalan ke luar stasiun dulu agak jauh baru panggil taksi (untungnya bawaan kami tidak banyak dan tidak berat jadi kami bisa leluasa berjalan jauh).
Pulang kembali ke Tasikmalaya kami juga menggunakan kereta ekonomi dengan prosedur yang sama seperti saat kami berangkat ke Bandung.
Ada sedikit catatan tentang perjalanan pulang. Kami mendapatkan tiket dengan nomor yang terpisah - pisah mungkin karena kami membeli di kesempatan terakhir sehingga tidak bisa mendapat tiket yang berurutan. Tapi untungnya pemegang tiket yang berurutan dengan kami adalah penumpang yang naik kereta sendirian. Kami fikir kalau alasannya anak mungkin kami bisa mendapat dispensasi (diperbolehkan) dan ibu pemegang tiket pun bersedia tempat duduknya ditukar (terima kasih bu...). Jadilah kami duduk berurutan, itu pun satu tiket/tempat duduk jadi mubazir karena anak saya akhirnya didudukkan di pangkuan.
Dulu jika menempuh perjalanan malam, saya sering harus memelototkan mata
karena takut stasiun tujuan terlewati dan perjalanan kebablasan.
Sekarang tidak perlu tengak tengok di jendela setiap kereta berhenti
karena setiap kereta berhenti akan terdengar pengumuman nama ststiun
yang sedang disinggahi. Di setiap gerbong juga terpampang pengumuman
nama customer service yang bertugas di kereta (sepertinya sekaligus
merupakan kondektur yang memeriksa tiket) lengkap dengan nomor telepon
selular yang bisa dihubungi.
Di perjalanan mas - mas penumpang yang duduk di depan kami bercerita tentang pengalaman pamannya yang terjebak macet di daerah Brebes yang dikenal dengan nama Brexit hingga akhirnya batal melanjutkan perjalanan dan kembali ke Bandung. Kereta adalah moda transportasi bebas macet. Dan dengan pengelolaan yang profesional dua perjalanan pergi pulang, kami berangkat dan tiba tepat waktu. Saya yang sejak dulu senang bepergian dengan kereta merasakan perubahan yang luar biasa. Jauh lebih nyaman.
No comments:
Post a Comment