Sunday, July 31, 2016

CARA MENANAM CABAI RAWIT DALAM POT DI PEKARANGAN

Oleh : Resna Natamihardja

     Kami sekeluarga bukanlah penyuka pedas.  Jadi cabai rawit termasuk item yang jarang masuk dalam daftar belanja yang dibawa asisten rumah tangga kami manakala ke pasar.  Tapi kadangkala kami membutuhkan yang satu ini dalam bumbu masakan meski jarang dan jumlah yang dibutuhkan sedikit.  Karena jarang dibutuhkan, seringkali pas butuh ternyata kami tak punya stok sama sekali.  Akhirnya menanam cabai rawit sendiri di rumah menjadi salah satu cara pilihan kami.

     Ternyata tanaman yang satu ini termasuk sangat mudah dibudidayakan.  Mudah tumbuh dan mudah dirawat.

     Tak banyak yang saya tanam, paling antara satu sampai tiga pohon dalam satu kali tanam.  Jenis varietas yang saya tanam pun berganti - ganti, kadang jenis yang kecil berwarna hijau kadang yang agak besar berwarna putih.  Yang sekarang sedang tumbuh dan berbuah lebat di pekarangan rumah adalah yang berwarna putih dan berukuran besar.  Bentuknya seperti kerucut atau limas.  Tak pasti jenis cabai rawit apa karena kami mendapatkan benihnya dari seorang teman yang ketika saya tanya sama - sama tidak tahu benih cabai rawit jenis apa yang diberikan pada saya.

     Jika berkunjung ke kota Tasikmalaya, akan ditemui banyak warung yang menuliskan dengan ukuran huruf besar - besar menu SAMBAL GOANG sebagai ciri khas sambal yang tersedia di warungnya.  Resep sambal goang ini hanya memerlukan tiga komponen bahan pembuatnya, cabai rawit atau 'cengek' (bahasa sunda) yang masih hijau/putih, garam dan minyak goreng.  Cara membuatnya pun mudah, cabai rawit dan garam diulek lalu dibubuhi minyak goreng.  Biasanya minyak goreng yang digunakan adalah minyak bekas menggoreng ikan atau ayam.  Mungkin lemak hewani  dari ikan atau ayam dan bumbu lain yang digunakan dalam proses penggorengan akan menambah rasa gurih sambal goang ini.  Lebih bagus jika minyak goreng ini dibubuhkan panas - panas karena akan sekaligus melayukan cabai.  Ada juga yang menambahkan kencur ke dalam bahan pembuatannya.

     Sambal goang ini enak dijadikan cocolan untuk gorengan seperti gehu (tahu isi) atau bala - bala (bakwan) dan dijadikan makanan 'plus' dari menu nasi tutug oncom atau nasi cikur yang pernah 'booming' di kota Tasikmalaya.

     Karena bukan penyuka cabai rawit, yang saya tahu tentang rasa cabai ini hanyalah pedas.  Ternyata asisten rumah tangga di rumah yang sangat menyukai pedas bisa membedakan rasa 'plus' dari bermacam cabai rawit.  Katanya ada cabai rawit yang rasanya sedikit 'manis', ada yang rasanya 'pahang' (apa ya kata yang maknanya mendekati 'pahang' dalam bahasa Indonesia hehe...langu mungkin).  Tingkat kepedasannya pun bermacam - macam ada yang sangat pedas tapi ada yang tidak terlalu pedas.

     Rasa cabai rawit yang paling pedas katanya adalah ketika masuk dalam fase yang istilah bahasa Sundanya 'tumoke' yakni cabai yang sedang menuju proses menjadi tua (dari hijau atau putih menjadi merah.  cabai rawit yang masih muda (terutama jenis yang mudanya berwarna hijau) rasanya tawar dengan sedikit manis.  Tapi yang menambah warna masakan menjadi lebih bagus tentu saja cabai rawit yang tua (merah).

     Menanam cabai rawit di pekarangan sangat mudah.  Teknis penanamannya dimulai dengan :
Pertama, pemilihan buah cabai yang sudah tua untuk diambil biji nya atau jika menginginkan kepastian jenis cabai rawit yang akan ditanam tinggal beli saja di toko pertanian.  Benih/biji pabrikan dan dijual di toko pertanian biasanya dikemas dalam kemasan alumiunium.  Dalam kemasan biasanya terdapat keterangan jenis varietas dari cabai rawit tersebut, gambar ilustrasi sebagai contoh jenis cabai, tanggal kadaluarsa benih, perusahaan yang memproduksi benih dan lainnya.  Perhatikan tanggal kadaluwarsa benih karena biasanya hurufnya kecil dan tidak mencolok.  Benih dalam kemasan yang dijual di toko pertanian biasanya berjumlah sangat banyak sehingga kemungkinan sisa biji benihnya menjadi mubazir sangat besar.  Sekarang ada penjual benih online yang menjual benih pabrikan untuk petani skala rumahan dalam satu paket kecil bahkan harganya hanya seribuan.
Kedua, penyemaian, sekarang tersedia media penyemaian yang bagus sperti rockwoll.  Tapi saya biasanya menyemai dalam pot biasa.  Letakkan media semai di area yang tidak terkena hujan secara langsung, karena guyuran hujan akan membuat bibit yang masih lemah menjadi berantakan.  Atau bisa memanfaatkan gelas plastik bekas bekas minuman kemasan yang dilubangi bagian bawahny, diisi media tanam lalu dibenamkan biji di atasnya.  Biarkan tumbuh hingga muncul kurang lebih tiga helai daun.
Ketiga, pemindahan ke media tanam permanen, bisa di tanah atau di pot/polybag.  Setelah benih cabai (biji) menjadi bibit (tanaman cabai yang masih kecil memiliki kurang lebih tiga helai daun), barulah tanaman cabai rawit dipindahkan untuk dipelihara hingga menghasilkan buah.  

     Tanaman cabai rawit bukan tanaman yang 'rewel'.  Budidaya nya mudah, jarang terkena hama.  Asalkan terkena paparan sinar matahari secara penuh maka pohon akan tumbuh sehat dan berbuah lebat.

Saturday, July 30, 2016

LAHAN SAWAH : INVESTASI 'TRADISIONAL' SEPANJANG MASA

Oleh : Resna Natamihardja

     Semula posting pertama dalam bahasan tentang pengelolaan keuangan keluarga saya rencanakan membahas investasi berbentuk produk keuangan.  Tapi ketika saya bermaksud menguraikan secara rinci beberapa hal ternyata harus saya lihat dari berkas - berkas yang sepertinya sudah tertumpuk di gudang.  Berkas berkas yang dulu saya baca sebelum saya minta persetujuan suami dan monthly report untuk ilustrasi cerita.  Jadinya saya memilih topik investasi dalam bentuk lahan sawah terlebih dahulu yang ceritanya hafal di luar kepala.

    
     Investasi sawah saat ini sudah jarang menjadi pilihan orang muda apalagi orang muda perkotaan.  Memiliki sawah adalah salah satu bentuk investasi yang dipilih orang - orang zaman dahulu bahkan sebelum kakek atau orangtua kita.  Padahal sebagaimana teruji sekian lama memiliki sawah  adalah salah satu bentuk investasi yang bisa menghasilkan keuntungan.  Bagi orang zaman dahulu memiliki sawah adalah simbol dari kemandirian pangan bagi sebuah rumah tangga.  Di sini saya akan membahas untung rugi investasi dalam bentuk lahan sawah dari sisi pemilik lahan sebagai investor. 

     Bersyukurlah jika kita mendapatkan secara cuma - cuma lahan sawah sebagai warisan.  Karena satu tahap investasi terlewati, yakni mempertimbangkan berbagai hal termasuk resiko sebelum membeli.

    Ada hal - hal yang harus diperhatikan dalam investasi berbentuk lahan sawah.  Hal tersebut diantaranya :


1. Status hukum sawah tersebut

Resiko terbesar investasi dalam bentuk lahan pertanian apapun termasuk sawah terdapat pada poin ini, yakni jika membeli sawah yang tidak jelas status kepemilikannya secara hukum. Jadi pastikan status kepemilikan lahannya sebelum membeli.  Akan jauh lebih baik membeli sawah yang sudah memiliki sertifikat hak milik.  Meski pada saat pembelian akan ada biaya tambahan yang harus dikeluarkan segera untuk pembuatan akta dan balik nama sertifikat, tapi resikonya menjadi jauh lebih berkurang.

Namun jika memang pilihan yang ada adalah lahan sawah yang belum bersertifikat hak milik, pastikan ada sumber informasi terpercaya yang bisa memberikan informasi akurat tentang kejelasan status hukumnya dan segera lakukan proses jual belinya  menjadi akta jual beli melalui notaris atau jika camat setempat berstatus pejabat pembuat akta tanah sementara (PPATS)  akta jual beli bisa dilakukan di kecamatan (pastikan juga memilih orang yang memproses pembuatan akta ini adalah orang yang bisa dipercaya).

2.  Kesesuaian luas tanah.

Selain kejelasan status hukum, pastikan pula luas sawah senyatanya sesuai dengan dokumen kepemilikan tanah yang ada.

3. Lokasi/letak sawah

Lokasi sawah berkaitan dengan penentuan harga dan pengelolaan sawah nantinya.

a.  Ada atau tidaknya irigasi
Lahan sawah yang terletak di area yang terdapat saluran irigasi memungkinkan sawah diolah secara maksimal tiga kali masa tanam dalam satu tahun, sehingga akan memberikan pendapatan lebih banyak lagi bagi pemilik lahan jika menggunakan metode kemitraan bagi hasil.  Sawah yang berlokasi di area yang memiliki saluran irigasi teknis biasanya memiliki harga lebih tinggi daripada sawah yang hanya mengandalkan cuaca/musim untuk pengairannya (di daerah Jawa Barat sawah non irigasi dikenal dengan sebutan sawah guludug) yang biasanya hanya bisa diolah maksimal dua kali dalam satu tahun.

b.  Dekat atau tidaknya dengan lokasi permukiman
Lokasi sawah yang dekat dengan permukiman juga biasanya juga biasanya mempengaruhi harga sawah karena sawah yang terletak dekat dengan permukiman cenderung lebih 'aman' dari kemungkinan penjarahan.

c.  Dekat atau tidaknya dengan jalan raya
Untuk investasi jenis properti apapun, sudah menjadi kepastian harga tanah semakin dekat dengan jalan akan semakin mahal.

d.  Harga tanah setempat
Dan hal terakhir penentuan harga akan bisa dilihat dari harga tanah setempat.  Orang di kampung halaman saya biasa menyebut sawah yang terletak di area yang sama dengan kata 'sagagampar'.  Harga sawah di sebelah kanan - kiri bisa menjadi harga acuan pembelian sawah paling akurat.

4.  Ada tidaknya tenaga kerja

Ada hal menarik yang berkaitan dengan pertanian saat ini yakni masalah tenaga kerja.  Usia tenaga kerja di sektor pertanian semakin tua dan jarang anak muda usia produktif yang mau terjun menjadi tenaga kerja di bidang pertanian.  Rasanya ini juga harus menjadi hal yang harus dipertimbangkan dalam pembelian sawah, yakni keberadaan tenaga kerja yang akan menjadi mitra mengelola sawah yang kita miliki.

    Setelah melakukan proses jual beli dan menyelesaikan proses legalitasnya, sekarang kita tinggal menentukan bagaimana mendapatkan income dari sawah yang sudah dimiliki.

     Selain itu pastikan bahwa sawah yang akan kita beli tidak termasuk/berada dalam area yang sudah memiliki rencana alih fungsi baik untuk proyek pemerintah maupun swasta, karena sawah adalah investasi jangka panjang.

     Ada dua keuntungan yang kita dapat dari pembelian sawah yakni dari nilai aset yang selalu meningkat dari tahun ke tahun dan hasil dari pengelolaan sawah.  Keuntungan dari peningkatan nilai aset yang selalu meningkat dari tahun ke tahun dan hasil pengelolaan sawah.  Keuntungan dari peningkatan nilai aset akan di dapat ketika menjual aset tersebut.  Selisih harga ketika kita membeli dan menjualnya kembali akan menjadi keuntungan bagi kita.

     Sedangkan keuntungan dari pengelolaan sawah akan kita dapat tergantung dari cara yang kita pilih.  Ada dua cara yang bisa kita pilih.
Pertama,  kita bisa menyewakan sawah kita kepada orang lain dan mendapatkan penghasilan yang konstan dan pasti setiap tahun.
Kedua, dengan pola kemitraan bagi hasil, pendapatan kita akan tergantung hasil panen.  Setelah hasil panen dikurangi biaya - biaya seperti pupuk dan pertisida, hasil panen akan dibagi dua untuk penggarap dan pemilik lahan.  Hasil yang kita dapat menjadi fluktuatif tergantung keberhasilan panen.  
Jika tidak ingin direpotkan dengan pengawasan karena pola kemitraan ini menuntut tingkat kejujuran dari pihak penggarap, saran saya lebih mudah sawah yang kita miliki disewakan saja.  Dengan demikian akan diperoleh pendapatan di muka yang tetap dan pasti.

     Investasi sawah dikategorikan investasi yang bisa mendatangkan pendapatan dengan segera terutama dari pengelolaannya.  Bahkan jika menggunakan pola kemitraan bagi hasil pun, dalam jangka waktu empat bulan kita sudah mendapatkan  income.  Bagaimana tertarik dengan investasi berbentuk lahan sawah ?

Thursday, July 28, 2016

MENIKMATI SAJIAN MENU SUNDA PEDESAAN DI WARUNG JERUK - CIAMIS

Oleh : Resna Natamihardja

     Rumah makan ini termasuk salah satu yang paling sering kami kunjungi.  Selain karena menunya yang khas, juga karena lokasinya terletak di perjalanan antara Tasikmalaya - Ciamis - Banjar, tempat kami paling sering menghabiskan akhir pekan.  Kami sering melewati tempat ini karena kami kerap menghabiskan akhir pekan di daerah yang termasuk kecamatan Cijeungjing - Ciamis, tempat keluarga besar suami berasal dan kami juga sering berkunjung ke daerah yang termasuk kecamatan Banjarsari - Ciamis, tempat keluarga besar saya berasal.

     Bentuk bangunan Warung Jeruk ini sangat biasa saja.  Tidak ada fasilitas lain yang disediakan rumah makan ini selain tempat makan dan parkir yang cukup luas.  Bagi yang sedang berada dalam perjalanan di jalur selatan Jawa Barat akan melihat sebuah bangunan rumah makan sederhana dengan halaman parkir dipenuhi jejeran mobil pribadi atau kadang bis rombongan wisata, tulisan Warung Jeruk nya relatif kecil dan tidak mencolok.  Keberadaannya ditandai dengan sebuah bangunan kecil dengan ornamen berbentuk buah jeruk berwarna kuning di atasnya.

     Di pintu masuk akan tercium aroma khas 'dapur' yang menggunakan tungku 'hawu' dengan bahan bakar 'kayu'.  Aroma ini mengingatkan saya pada aroma asap dapur rumah almarhum - almarhumah kakek dan nenek saya dulu, yang secara ajaib kadang seperti aromaterapi yang menenangkan untuk saya.

     Kami biasanya langsung masuk dan menaiki sebuah tangga pendek.  Tempat favorit kami adalah dekat jendela yang terbuka menghadap ke jalan raya.  Setelah kami duduk dan waiter atau waitress nya akan menghampiri dan menanyakan apa yang akan kami pesan.  Menu favorit kami disini adalah pepes ayam dan gurame.  Meski pernah juga memesan menu lain seperti ayam goreng atau dendeng sapi goreng.
    
     Terakhir kami mengunjungi rumah makan ini adalah di hari terakhir liburan sepulang dari Pantai Pangandaran.  Waktu itu kami memesan pepes ayam.  Ayam yang dijadikan pepes jika dilihat dari tekstur dan rasa sepertinya adalah ayam kampung.

     Kapanpun kami ke tempat ini, penyajiannya seperti sudah memiliki standar.  Pepesnya selalu dalam kondisi hangat disertai nasi hangat yang sebelumnya sudah melalui proses 'akeul' (proses pendinginan nasi menggunakan hembusan udara dengan nasi yang sedikit ditekan - tekan agar tidak menjadi keras/kering).

     Di masa kecil, saya sering menghabiskan waktu liburan di rumah nenek.  Dahulu peralatan yang digunakan nenek untuk menanak nasi adalah seeng dan haseupan.  Sedangkan untuk mendinginkannya digunakan dulang, hihid dan cukil.  Kapan - kapan saya ingin mempraktekan proses memasak nasi secara tradisional yang mulai terlupakan, meski saya tidak yakin peralatannya masih tersedia.

     Ada makanan tradisional yang sangat unik disajikan di warung jeruk yakni pepes 'dage'.  Dage adalah makanan yang berasal dari galendo (bagian padat berwarna coklat yang dihasilkan dalam proses pembuatan minyak kelapa) yang telah melalui proses fermentasi.  Makanan ini tidak pernah lupa saya pesan meski kadang tidak tersedia.  Bahan makanan unik lainnya yang tersedia di sini adalah di atas setiap meja biasanya tersedia garam dapur yang sebelumnya sudah melalui proses penggarangan di atas api dalam gerabah kecil yang disebut 'klenting'.

     Lalapan yang tersedia di sini adalah jenis lalapan yang jarang tersedia di restauran lain.  Ada daun - daunan seperti daun tespong, mareme, pohpohan, reudeu, antanan, andewi, putat bahkan daun dewa.  Selain ketimun, terong hijau dan leunca juga tersedia kunyit muda.  Sambal yang disajikan bersamaan dengan pesanan pepes adalah sambal terasi yang rasanya sangat pedas.  sambal ini disajikan dalam cowet kayu.  Namun jika kita tidak suka pedas, kita bisa memesan sambal yang tidak pedas.

     Jika kita datang sebelum siang, di atas meja juga biasanya tersedia sambal oncom kering dan lalapan daun singkong rebus.

     Pokoknya semua yang tersaji di sini adalah menu makanan sunda khas 'lembur' atau desa.  Jika yang dicari adalah tempat makan yang menyajikan makanan sunda 'pilemburan' (pedesaan) zaman dahulu, Warung Jeruk  adalah tempat yang tepat.  Selain rasanya yang enak, harga makanan di sini pun cukup murah, sangat terjangkau.

     Kami biasanya berkunjung di sini bukan tepat di jam makan, sekitar jam sepuluh pagi.  Biasanya saat itu pilihan menu yang tersedia sangat lengkap, kita bisa memesan bagian ayam atau ikan sesuai keinginan.  Jika di jam - jam makan kadang kita tidak bisa mendapatkan sekehendak kita dengan alasan "sudah habis dan yang baru masih dimasak.".

Tuesday, July 26, 2016

HARI ANAK NASIONAL : KONVENSI HAK ANAK DAN EMANSIPASI PEREMPUAN

Oleh : Resna Natamihardja

     Belasan tahun silam saya pernah mengirimkan pendapat untuk sebuah rubrik opini di halaman khusus anak muda di sebuah surat kabar cetak nasional.  Sebuah opini dalam rangka menyambut hari anak nasional pada tahun tersebut.  Karena waktu itu baru merampungkan pendidikan dan belum menikah, yang disoroti adalah tentang pemenuhan hak anak, kekerasan pada anak dan hal - hal tentang anak yang menjadi wacana pada waktu itu.  Sekarang saya adalah seorang ibu yang sedang mencoba berkompromi dengan keadaan.  Saya melihat sebuah paradoks ketika bicara tentang hak anak dan emansipasi wanita.

     Secara garis besar hak anak yang tercantum dalam konvensi tentang hak anak yang disepakati oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa pada tanggal 20 Nopember 1989 bisa dikelompokkan kedalam empat kategori sebagai berikut :

Add caption
Pertama, hak untuk tumbuh dan berkembang
Yang termasuk di dalamnya adalah hak untuk mendapatkan makanan yang layak (bergizi baik), perumahan, air bersih, pendidikan formal, pelayanan kesehatan, waktu senggang untuk bersenang senang dan rekreasi, kegiatan kebudayaan dan informasi tentang hak - hak mereka.

Kedua, hak untuk mendapat perlindungan
Hak ini termasuk perlindungan dari berbagai bentuk kekerasan pada anak, pengabaian, eksploitasi dan kekejaman.

Ketiga, hak untuk berpartisipasi
Setiap anak berhak mengungkapkan pendapatnya dalam hal - hal yang mempengaruhi kehidupan sosial, ekonomi, keagamaan, kebudayaan dan  politik mereka.  Hak untuk berpartisipasi juga termasuk hak untuk mengungkapkan pendapat dan hak untuk didengarkan, hak untuk mendapatkan informasi dan kemerdekaan berkumpul.


Dan keempat, hak hak lain sebagaimana hak asasi manusia pada umumnya.

     Selain kewajiban pemerintah untuk menyediakan dukungan untuk terpenuhinya hak - hak tersebut, orang tua dan anak harus saling menghargai satu sama lain, pengertian setiap anak akan berbeda tergantung usia dan setiap orang tua harus menyesuaikan diri dengan usia dan kedewasaan anak.    

    Catatan ini berawal dari  kegelisahan seorang ibu yang seringkali tidak bisa hadir dalam saat - saat penting dalam hidup anaknya.  Seorang ibu yang harus mendengar dan melihat sorot kecewa dari mata anaknya karena kerap tidak bisa memenuhi harapan akan kehadiran dirinya dalam momen - momen istimewa anaknya.

     Tulisan ini tidak ditujukan untuk ibu - ibu yang terpaksa harus menjalankan fungsi ganda sebagai ibu rumah tangga dan wanita bekerja karena pertimbangan kondisi ekonomi keluarga, karena mungkin hanya akan menambah beban fikiran mereka.  Tulisan ini ditujukan untuk ibu - ibu yang berada diambang dilema antara memilih karier atau rumah tangga.  Ibu - ibu yang masih memiliki kesempatan untuk memilih yang lebih baik untuk putra - putrinya.  Dan mengajak ibu - ibu yang merasa telah menempuh pendidikan tinggi namun tidak memiliki kesempatan untuk berada dalam dunia kerja untuk bersyukur atas kesempatan penuh untuk mendampingi putra - putri mereka.  Atau jika ada kesempatan untuk bekerja di rumah dengan waktu yang fleksibel akan lebih baik.

     Emansipasi perempuan dalam bidang pendidikan sebelum mereka memasuki dunia rumah tangga mungkin adalah hal yang sangat positif.  Karena dengan pendidikan yang lebih baik akan meningkatkan kualifikasi perempuan ketika akan menjadi istri atau ibu.  Pendidikan ini bisa mencakup pendidikan  formal atau non formal, pendidikan bisa meningkatkan kualitas wanita ketika menjalankan perannya sebagai ibu atau istri.  Namun tingkat pendidikan yang lebih baik biasanya akan memberikan kesempatan lebih luas pada wanita untuk berperan serta dalam kegiatan di luar rumah.  Inilah yang akan menjadi kontradiksi, karena ibu rumah tangga yang memilih untuk ikut mengambil bagian dalam tanggung jawab ekonomi keluarga (baik karena keterpaksaan atau keinginan sendiri) akan menyerahkan pengasuhan anak mereka pada orang lain.

     Mungkin masih belum lepas dari ingatan kasus kekerasan pada anak oleh penjaga anak (babysitter) yang terekam CCTV yang kemudian menjadi viral dan banyak diekspos media massa.  Itu hanya satu contoh bagaimana peran pengganti melakukan sesuatu yang buruk dalam pengasuhan karena seorang ibu tidak hadir dalam keseharian anak.

      Saya tidak mengatakan semua penjaga anak buruk seperti dalam ilustrasi di atas, karena saya pernah mendengar juga cerita tentang seorang penjaga anak yang baik.  Namun saya yakin kehadiran seorang ibu akan sangat berbeda maknanya dalam bathin seorang anak dibandingkan seorang penjaga anak manapun.

     Seiring dengan meningkatnya pendidikan seorang perempuan maka akan bertambah pula pengalaman dan pemahaman tentang segala sesuatu dalam kehidupan.  Beragam hal yang terjadi di sekitar selama menempuh pendidikan akan memperkaya wawasan seseorang.  

     Kebanyakan penjaga anak yang menggantikan peran seorang ibu bekerja berpendidikan lebih rendah dibanding ibu yang digantikannya.  Tentu saja apa yang bisa sampai kepada anak dari seorang ibu yang berpendidikan lebih tinggi akan berbeda dari seorang penjaga anak.  Mungkin akan menjadi perdebatan ketika masuk argumen bahwa ibu bekerja bisa memberikan fasilitas pendidikan berkualitas baik untuk untuk putra - putrinya.  Tapi pendidikan formal sebaik apapun selain cenderung lebih menekankan aspek kecerdasan intelektual biasanya tetap menyarankan pendampingan dari orang tua di luar jam sekolah.

     Jika memang seorang ibu harus terpaksa bekerja di luar rumah dengan jam kerja yang mengikat, pastikan bahwa penjagaan anak di rumah setidaknya di bawah supervisi orang terdekat yang dapat dipercaya (anggota keluarga terdekat).  Hal ini untuk mengurangi kemungkinan pelanggaran hak anak yang termasuk dalam kategori hak untuk mendapat perlindungan.
     
     Tingkat ketegangan dan tekanan setiap pekerjaan mungkin berbeda namun hampir dipastikan bahwa seorang ibu bekerja pasti terikat pada kontrak waktu yang harus dipenuhinya.  Waktu untuk ibu menyampaikan apa yang diketahui dan dipahami kepada anaknya tentu akan banyak berkurang.  Dan besar kemungkinan kehilangan momen "menyampaikan pada saat yang tepat" karena waktu bekerja seorang ibu biasanya juga waktu beraktivitas seorang anak.

     Saya yakin seorang ibu bekerja pasti mengalami saat - saat dimana anaknya menangis karena tak ingin ditinggal atau bahkan pernah mendengar permohonan secara langsung dari anaknya untuk menunggunya di rumahdan tidak perlu bekerja.  Ini adalah pendapat seorang anak.  Dan sesuai dengan konvensi tentang hak anak yang telah diratifikasi oleh negara kita, pendapat anak harus didengarkan.  Jika ibu memiliki kesempatan dan tidak memiliki alasan keterpaksaan untuk  bekerja rasanya akan jauh lebih baik jika hak anak untuk didengarkan pendapatnya dipenuhi.

Thursday, July 21, 2016

LEBARAN DI BANDUNG 3 : MENCICIPI RASA BAKSO BOEDJANGAN

Oleh : Resna Natamihardja

     Selepas bermain di Taman Lalu Lintas, kami memutuskan mencari makan siang dengan menu alternatif.  Kami ingin mencari bakso.  Semula yang dituju adalah tempat yang menyediakan bakso dengan rasa mirip mie bakso yang ada di Kota Tasikmalaya yang terletak di Jalan Lodaya (mie bakso apa hayo tebak?).  Sayangnya ternyata tempat tersebut masih tutup.

    
     Ketika mencari tempat lain, kami melihat di Jalan Burangrang ada tempat yang menyediakan menu bakso.  dari depan nampak tulisan besar besar bakso BOEDJANGAN.  Tempat tersebut waktu itu penuh dengan orang.  Mungkin banyak orang bosan dengan menu lebaran di rumahnya.

     Karena banyak pengunjung, kami harus sedikit bersabar menunggu waiter atau waitress menghampiri.  Sambil menunggu, kami membaca menu yang tersedia.  Di sana nampak beragam pilihan bakso, mie yamin dan minuman.

     Ketika giliran waiter menghampiri, kami memesan tiga porsi bakso terdiri dari satu porsi bakso keju untuk saya dan dua porsi bakso urat untuk putri saya dan papanya.  Minumannya kami pesan tiga gelas teh tarik, satu gelas teh tarik dingin untuk saya dan dua gelas teh tarik hangat untuk suami dan anak saya.  Baru sadar ternyata saya selalu punya pilihan berbeda dari mereka berdua hehe...

     Dan setelah pesanan datang, saya baru tahu ternyata jenis baksonya bukan seperti bakso yang banyak di Tasikmalaya.  Dalam satu mangkuk bakso diisi mie keriting, bihun, caisim, kuah bening dan tentu saja bakso.  Meski jenisnya tak mirip bakso khas Tasikmalaya tapi rasanya secara keseluruhan enak.

     Karena rasa ingin tahu, ketika pulang saya memesan mie yamin, jenis mie yang saya pesan adalah mie hijau.  Karena yang saya pesan adalah mie yamin manis, yang kami dapatkan mie tanpa kuah dengan bumbu mengandung kecap dengan suwiran ayam.  Warna mienya hanya samar - samar terlihat hijau karena terlumuri kecap.  Setelah sampai di rumah saya cicipi, rasanya lumayan enak.

      Selama menunggu dilayani hingga selesai makan saya mengamati suasana dalam ruangan.  Penataan ruangannya cukup artistik, tempatnya membuat betah.  Kalau saja saat itu tidak penuh dengan pengunjung, saya ingin meluangkan waktu menikmati suasana sambil ngobrol.  Sayang ketika kami belum selesai makan pun pengunjung baru terus berdatangan.  Mungkin karena penyedia  bakso lain belum buka maka pengunjungnya sampai antri begini.

     Untuk yang mencari bakso dengan rasa alternatif dan enak, bakso Boedjangan bisa menjadi pilihan (by the way, apa hubungan bakso Boedjangan dengan lirik lagu bujangan milik Koesploes atau Rhoma Irama ya?)

     Dan selesai makan siang di bakso Boedjangan Jalan Burangrang kami pulang ke rumah.  Istirahat sejenak kemudian bersiap - siap packing barang bawaan menunggu jadwal keberangkatan pulang dengan kereta. 

Wednesday, July 20, 2016

LEBARAN DI BANDUNG 2 : MENGUNJUNGI TAMAN LALU LINTAS ADE IRMA BANDUNG

Oleh : Resna Natamihardja

     Setelah 'menyelesaikan' hari pertama mengikuti acara lebaran bersama keluarga besar suami.  Hari kedua adalah acara keluarga kecil kami.  Kami memutuskan berjalan - jalan keliling Bandung.  Rencana awalnya mengunjungi 'obyek wisata gratis' di sekitar Bandung, melihat taman - taman yang terkenal karena pemberitaan di media.  Tujuan pertama kami sebenarnya adalah alun - alun Bandung, tapi di perjalanan rencana kami berubah.

      Putri saya tiba - tiba tertarik dengan kerumunan banyak orang di Taman Lalu Lintas yang kami lewati dan bertanya, " Tempat apa ini?"

     Kami menjelaskan bahwa itu adalah Taman Lalu Lintas.

     " Tempat apa Taman Lalu Lintas?"

     Meski tak yakin benar dengan perkiraan sendiri, saya menjawab, " tempat belajar berlalu lintas... tentang peraturan dan rambu - rambu lalu lintas..."

     Untungnya bayangan saya tidak terlalu meleset.

     Setelah membayar harga tiket tanda masuk sebesar delapan ribu rupiah per orang, kami masuk ke dalam taman.  Saya melihat banyak orang dengan membawa putra putrinya memanfaatkan fasilitas sarana permainan yang terdapat di tempat tersebut.  Banyak juga yang memanfaatkan tempat wisata tersebut untuk makan bersama dengan menggelar tikar.  Kami berkeliling mencari sarana bermain yang bisa dipergunakan,mungkin karena pengunjung yang membludak memanfaatkan waktu libur lebaran, nyaris tak ada tempat permainan yang kosong.

     Akhirnya anak saya memanfaatkan tempat memanjat berbentuk bulat untuk bermain, itupun tak lama.  Kemudian dia menanyakan tempat belajar berlalu lintas seperti jawaban saya sebelumnya.

     Yang saya temukan adalah rangkaian contoh rambu lalu lintas seperti yang terlihat dalam foto yang saya tampilkan dalam cerita ini.  Wah, ternyata ada beberapa rambu lalu lintas yang tidak bisa saya jelaskan padanya.
  
     Disana kami melihat pengumuman bahwa guide disediakan untuk anak - anak yang datang secara berombongan.  Yah, jadi kami harus menjelaskan sendiri semampu kami rambu - rambu lalu lintas yang ada di sana.  Karena hari semakin siang, menjelang jam 12 waktunya jam makan siang kami pun meninggalkan taman lalu lintas.

     Ternyata meski saya tak mampu mengajarkan secara paripurna semua
rambu yang ada di taman lalu lintas.  Ternyata di perjalanan pulang putri saya mulai aware dengan lambang lalu lintas yang dia lihat di pinggir jalan.  Dia mulai menunjuk - nunjuk, " Tuh, tulisan P dicoret merah.......artinya gak boleh parkir di situ papa."

     Meski hampir setiap akhir pekan kami jalan - jalan, tak pernah terfikir mengajari anak tentang rambu lalu lintas yang ada di pinggir jalan, ternyata dia malah jadi tahu beberapa hal tentang lalu lintas dari momen tak disengaja.

     Hmmm..ternyata pengalaman berkunjung ke taman lalu lintas bermanfaat juga untuk menambah pengetahuan anak.  Dua tahun saya pernah berdomisili di Bandung tak pernah sekalipun terfikir masuk ke dalamnya.  Perkiraan saya taman tersebut hanyalah untuk acara anak - anak dari sekolahnya masing - masing.  Bahkan ada teman saya dulu menjelaskan kalaupun ada pengunjung keluarga, kebanyakan yang berkunjung ke taman lalu lintas adalah 'orang daerah'.  Eh, bukannya saya juga memang bukan warga Bandung ya?  Betul juga teman saya, saya kan orang daerah lain yang sedang berkunjung ke Bandung hehe....

Tuesday, July 19, 2016

LEBARAN DI BANDUNG 1 : PENGALAMAN MUDIK NAIK KERETA KELAS EKONOMI AC

Oleh : Resna Natamihardja

     Lebaran tahun ini adalah giliran kami bertiga berlebaran di Bandung.  Karena kekhawatiran adanya macet, sejak sekitar tiga minggu sebelumnya kami sudah memutuskan akan memanfaatkan kereta sebagai moda transportasi dalam perjalanan ke Bandung.

     Saya adalah penyuka perjalanan menggunakan kereta sejak dulu.  Segala macam jenjang kelas pernah saya coba dulu.  Kami sudah mendapat informasi bahwa pengelolaan kereta sekarang sudah jauh lebih baik dan tertib.  Tiket hanya dijual sesuai jumlah tempat duduk yang tersedia, sehingga jauh lebih manusiawi.  Karena kami juga mendapat informasi bahwa jika naik kereta akan dikenakan tarif terjauh, kami memutuskan naik kereta ekonomi untuk perjalanan kali ini.

     Begitu mengambil keputusan menggunakan kereta, suami langsung memesan tiket.  Sengaja kami membeli tiket di stasiun, selain karena stasiun merupakan tempat pembelian tiket yang terdekat dari rumah juga kami berharap bisa mendapat informasi secara tatap muka jika ada yang ingin kami ketahui.  Sebenarnya informasi dan reservasi bisa diakses melalui tiket.kereta-api.co.id tapi informasi ini baru kami dapat setelah membeli.  Untuk berangkat kami mendapat jadwal kereta reguler yang berangkat siang hari sedangkan untuk pulang mendapatkan jadwal kereta tambahan yang berangkat malam hari.  Dan inilah pengalaman perjalanan kami.

     Ternyata naik kereta sekarang tahapan prosedurnya lebih banyak tapi jauh lebih nyaman.  Sangat costumer oriented.

     Kami berangkat ke stasiun sekitar sejam sebelum jadwal  keberangkatan yang tercantum di tiket.  Jarak dari rumah ke stasiun kurang dari lima ratus meter.

     Begitu sampai di stasiun, kami harus mencetak boarding pass berdasar tiket yang telah kami peroleh sebelumnya di mesin pencetak mandiri dengan cara men-scan barcode yang terdapat di tiket yang kami beli secara konvensional sebelumnya.  Kemudian melewati pemeriksaan untuk mencocokan data yang ada di tiket yang tercetak dengan kartu identitas kami (putri saya menggunakan kartu keluarga).  Kemudian kami masuk ke dalam stasiun, duduk menunggu kereta tiba.

     Alhamdulillah kereta datang tepat pada waktunya.  Kami pun naik ke dalam kereta.  Saat ini petugas di stasiun cukup cekatan sehingga begitu kereta tiba langsung disiapkan tangga untuk masuk ke dalam kereta.

     Meski masa mudik lebaran, benar saja tiket hanya dijual sesuai jumlah tempat duduk sehingga di dalam kereta tak ada satupun penumpang yang berdiri.  Suasana dalam kereta seperti nampak dalam foto yang saya ambil.  Dan meski kelas ekonomi, kereta dilengkapi dengan air conditioner.  Yang paling mengesankan adalah kereta benar - benar bebas pedagang asongan.  Luar biasa, saya dengar perubahan ini dimulai saat Menteri Perhubungan saat ini, Ignasius Jonan menjadi Direktur Utama PT KAI.  Salut saya.

     Mengenai kehadiran pedagang asongan sebenarnya jika tidak memaksa atau mengganggu mungkin penumpang tidak keberatan.  Tapi pengalaman saya dulu sebelum ada perubahan ini, para Bapak dan Ibu pedagang asongan ini banyak yang suka mengganggu dan memaksa penumpang (meski ada juga yang santun).  Saya kerap dibangunkan dari tidur dengan suara keras dan dicolek - colek dengan botol minuman.  Dan jika saya menggeleng mengatakan tidak dengan senyum sekalipun akan terdengar gerutuan yang sangat tidak mengenakan.

     Masih mending jika mereka benar - benar menjual sesuatu (berdagang), dalam satu rangkaian kereta kerap terdapat banyak pengemis dengan beragam gaya, mereka kadang mengumpat jika kita tidak menyiapkan recehan untuk mereka.

     Tiolet dalam kereta sepertinya secara rutin diperiksa,  sayangnya saya menggunakan setelah beberapa orang menggunakan secara berurutan, sehingga aromanya sudah berubah.  Saya maklum,tidak semua penumpang mempunyai kesadaran yang sama.

     Saya baru berani bercerita sekarang setelah semua berubah.  Dulu meski tidak nyaman saya anggap hal tersebut bagian dari resiko memilih kelas ekonomi yang murah meriah (khawatir dikomentari, bayar murah kok minta nyaman hehe).  Sekarang semuanya tinggal cerita lalu.  Kereta ekonomi berhenti di stasiun Kiaracondong.  Di luar stasiun banyak ditawarkan mobil omprengan tapi kami punya taksi langganan.  Jadi kami berjalan ke luar stasiun dulu agak jauh baru panggil taksi (untungnya bawaan kami tidak banyak dan tidak berat jadi kami bisa leluasa berjalan jauh).

     Pulang kembali ke Tasikmalaya kami juga menggunakan kereta ekonomi dengan prosedur yang sama seperti saat kami berangkat ke Bandung.

     Ada sedikit catatan tentang perjalanan pulang.  Kami mendapatkan tiket dengan nomor yang terpisah - pisah mungkin karena kami membeli di kesempatan terakhir sehingga tidak bisa mendapat tiket yang berurutan.  Tapi untungnya pemegang tiket yang berurutan dengan kami adalah penumpang yang naik kereta sendirian.  Kami fikir  kalau alasannya anak mungkin kami bisa mendapat dispensasi (diperbolehkan) dan ibu pemegang tiket pun bersedia tempat duduknya ditukar (terima kasih bu...).  Jadilah kami duduk berurutan, itu pun satu tiket/tempat duduk jadi mubazir karena anak saya akhirnya didudukkan di pangkuan.

     Dulu jika menempuh perjalanan malam, saya sering harus memelototkan mata karena takut stasiun tujuan terlewati dan perjalanan kebablasan.  Sekarang tidak perlu tengak tengok di jendela setiap kereta berhenti karena setiap kereta berhenti akan terdengar pengumuman nama ststiun yang sedang disinggahi.  Di setiap gerbong juga terpampang pengumuman nama customer service yang bertugas di kereta (sepertinya sekaligus merupakan kondektur yang memeriksa tiket) lengkap dengan nomor telepon selular yang bisa dihubungi.

     Di perjalanan mas - mas penumpang yang duduk di depan kami bercerita tentang pengalaman pamannya yang terjebak macet di daerah Brebes yang dikenal dengan nama Brexit hingga akhirnya batal melanjutkan perjalanan dan kembali ke Bandung.  Kereta adalah moda transportasi bebas macet.  Dan dengan pengelolaan yang profesional dua perjalanan pergi pulang, kami berangkat dan tiba tepat waktu.  Saya yang sejak dulu senang bepergian dengan kereta merasakan perubahan yang luar biasa.  Jauh lebih nyaman.

Monday, July 18, 2016

JALAN - JALAN : ACARA FAVORIT KAMI BERTIGA

Oleh : Resna Natamihardja

     Kami adalah keluarga.  Dan saya adalah seorang istri dan ibu dalam keluarga.  Secara kualitas maupun kuantitas saya adalah istri dan ibu yang jauh dari kata sempurna, sama sekali bukan tipe ideal, bahkan mungkin sangat tidak memadai dalam menjalani tugas sebagai istri maupun ibu.

     Bahkan yang paling menyedihkan adalah meski secara 'teoritis' saya tahu dan faham apa yang harus dilakukan, tapi seringkali saya tak bisa melakukannya.  Berbagai buku parenting populer pernah dibaca, malah saya sudah mulai  melahap artikel tentang parenting lebih dari tiga puluh tahun silam, dimana waktu itu buku - buku tentang parenting belum sebanyak sekarang dan usia saya pun baru menginjak remaja (sempat terbersit cita - cita ingin menjadi aktivis hak anak yang waktu itu belum ada di Indonesia).  

     Secara kuantitas, saya hanya punya hadir dalam hidup putri saya sore hingga pagi hari, justru di waktu terbanyak dia dalam kondisi tertidur ketimbang terjaga.  Itupun belum tentu dengan kondisi 'siap' menghadapi anak.  Pikiran saya kerap masih belum terlepas dari pengaruh suasana di tempat kerja yang lebih sering tidak menyenangkan darpada menyenangkan.  Hanya satu hal yang bisa tertanam kuat - kuat dalam benak, saya tidak akan melakukan kekerasan fisik pada anak.  Dan alhamdulillah ternyata 'pagar' itu masih bisa kokoh  membentengi.

     Saya kerap tidak bersama anak di momen - momen istimewanya.  Dan saya hanya bisa minta maaf pada anak atas ketidakmampuan ini.  Saya tidak ingin larut dalam kesedihan karena masih belum bisa melepaskan diri dari situasi tersebut, yang bisa kami lakukan hanya berusaha menciptakan momen menyenangkan bersama di setiap kesempatan yang tersedia.

     Mungkin idealnya terdapat satu chapter tentang parenting dalam blog ini.  Namun karena hanya mengetahui apa yang seharusnya tanpa pengalaman bagus yang bisa menjadi cerita, saya bukan ibu yang bisa menjadi role model, saya lebih suka bercerita tentang kebersamaan kami saja.

     Akhir pekan dalah momen yang hampir bisa dipastikan kami akan selalu bersama.  Hal yang paling sering kami lakukan di akhir pekan adalah jalan - jalan, baik hanya keliling - keliling dalam kota maupun melakukan perjalanan ke luar kota.  Itu acara favorit kami bertiga.  Di dalam kendaraan kami bisa bercerita, bernyanyi dan tertawa bersama.  Jika lelah anak saya biasanya tertidur dengan bersandarkan tubuh saya.  Momen yang menghadirkan perasaan bahagia yang mendalam dalam jiwa.  Memeluknya meski hanya saat dia tertidur.

     Selama ini kami jarang mendokumentasikan momen perjalanan kami.  Tapi lama - lama saya fikir ada hal - hal yang ingin saya sampaikan tentang tempat - tempat yang didatangi.  Perjalanan kami memang tak selalu hanya bertiga tapi lebih sering hanya bertiga.  Maka saya membuat satu chapter tentang momen - momen kebersamaan kami dengan judul 'Just The Three of Us'.

Friday, July 15, 2016

MENJADI MANAJER RUMAH TANGGA

Oleh  :  Resna Natamihardja

      Sewaktu awal masa kuliah, pernah ada seorang dosen di tengah perkuliahan bertanya tentang cita - cita selepas kuliah.  Beliau berasumsi setiap orang yang memilih jurusan tentu karena punya cita - cita yang ingin dicapai dengan jalan kuliah di sana.  Dan saya yang sedikit melamun termasuk random sample nya.  Karena memang masuk jurusan manajemen by accident terutama atas arahan orang tua, terus terang saya belum punya bayangan ingin menjadi apa lulus kuliah nanti.  Akhirnya saya jawab asal, " Jadi manajer rumah tangga pak...".  Yang mengundang tawa rekan se ruangan dan senyum dosen yang bertanya.

     Alhamdulillah, sepertinya jawaban saya dicatat dan dikabulkan Yang Maha Kuasa, saya akhirnya berhasil menggapai cita - cita menjadi manajer rumah tangga.

     Selama menjalani status sebagai pengelola rumah tangga, saya adalah manajer segala urusan di rumah.  Sebagai manajer, saya mempunyai cukup keleluasaan dalam mengeksplorasi banyak hal.

     Meski menjadi mahasiswa jurusan manajemen karena diarahkan orang tua, dalam pengelolaan keuangan rumah tangga, apa yang saya dapat selama kuliah bisa memagari saya dalam mengambil keputusan, terutama keputusan yang berkaitan dengan perencanaan keuangan seperti menentukan prioritas keuangan, melakukan investasi, mengambil kredit dan lain - lain.

     Setelah menikah, keputusan melakukan investasi atau mengajukan kredit sekalipun nilainya kecil harus dengan persetujuan suami sebagai pemimpin rumah tangga.  Untuk mendapat persetujuan suami, saya biasanya harus 'ekspose' menjelaskan banyak segi tentang investasi atau kredit yang akan diambil.

     Di masa sekarang ini, jenis investasi untuk rumah tangga semakin banyak jenisnya, selain properti atau emas, ada produk keuangan seperti reksadana misalnya.  Sebelum melakukan presentasi di hadapan suami, saya biasanya melakukan 'studi pustaka' tentang jenis investasi tersebut (kebanyakan cukup dengan browsing di internet hehe...) lalu survey lapangan (tanya langsung ke pihak lembaga keuangan atau orang yang pernah melakukan sebelumnya tergantung jenis investasinya).  Alhamdulillah, dari sekian banyak investasi yang pernah dicoba tidak ada yang sampai mengalami kerugian.

     Demikian pula saat akan mengajukan kredit, selain harus dipastikan tujuan pengambilan kredit (yang pasti jangan sekali - kali mengambil kredit untuk kebutuhan konsumsi), harus dipertimbangkan jenis kredit yang diambil.   Ada banyak aspek yang harus dipertimbangkan sebelum mengambil kredit.

     Beberapa pengalaman dalam mengelola keuangan rumah tangga yang akan menjadi cerita di Sub Chapter Finance ini.

   

Wednesday, July 13, 2016

KUE KEJU : JAJANAN 'JADOEL'

Oleh  :  Resna Natamihardja

     Lebaran baru berlalu.

     Seperti tahun - tahun sebelumnya, snack lebaran yang 'laris' di rumah biasanya justru adalah makanan kampung seperti pisang sale goreng, rengginang, kue satru kacang hijau dan lainnya.  Ibu saya sudah punya langganan untuk makanan - makanan kesukaan keponakan - keponakan saya tersebut (mungkin karena mereka jarang mengkonsumsi makanan tersebut dalam kseseharian mereka).  Tahun ini pun kami memutuskan hanya jenis - jenis makanan tersebut.

     Rasanya sudah lebih dari tiga tahun di rumah tak pernah membuat cookies untuk lebaran.  Selain sering akhirnya terbuang, sering kali ada orang berkunjung dengan membawa buah tangan berupa cookies atau sebaliknya ketika Kami berkunjung, ketika pulang dibekali cookies.

     Benar saja tahun ini, meski Kami tidak membuat ataupun membeli, sesudah lebaran di rumah malah tersedia cookies (kue kering) khas lebaran seperti Kaastengel, Kue Salju dan Nastar.  Rasanya seragam, renyah dan lumer di mulut karena penggunaan butter.

     Mendapat bingkisan Kaastengel yang renyah, saya malah teringat jajanan semasa sekolah dasar dulu.  Di kantin sekolah atau warung dekat rumah tempat saya jajan selalu tersedia makanan hasil home industry yang di kemasannya tertulis judul Kue Keju, berbentuk batang kurang lebih 2 - 3 cm.  Kemungkinan penjualnya mendapatkannya di pasar.

     Teksturnya padat, tidak seperti Kaastengel khas lebaran (herannya saya suka ya...).  Rasanya gurih.  Mengingat harganya yang murah, saya tidak berani menjamin seberapa banyak kuantitas keju yang terkandung di dalamnya.  Dulu ibu warungnya malah memprediksi rasa enak dan gurih yang ada di dalam kue kemungkinan berasal dari kaldu ayam bubuk.

     Nah, karena tiba tiba kangen jajanan 'jadoel' itu akhirnya saya ajak koki kecil saya untuk membuat cookies.  Senangnya dia diajak beraktivitas di dapur.

     Semua resep Kaastengel, termasuk resep yang biasa digunakan ibu saya selalu menyertakan butter, kadang seluruhnya kadang sebagian.  Tapi karena jajanan 'jadoel' ini rasanya padat dan harganya hemat, saya yakin resepnya tanpa butter.

 
  Resep dan cara membuat Kue Keju yang saya pilih seperti ini :

Bahan :
200 gram margarin untuk cake dan cookies
180 gram keju cheddar, parut (sisihkan kurang lebih 2 sendok makan untuk taburan)
sekitar 350 gram terigu protein rendah
2 butir kuning telur untuk olesan

Cara membuat :
1.  Kocok margarin dan keju dengan ballon whisk.  Masukkan terigu sedikit demi sedikit sampai tercampur rata.
2.  Siapkan loyang kue kering, olesi dengan margarin.  Panaskan oven.
3.  Bentuk bulat - bulat.
4.  Tata adonan yang sudah dicetak di loyang, poles dengan kuning telur dan taburi keju parut.
5.  Panggang dalam oven yang telah dipanaskan sebelumnya sampai matang.

     Sebenarnya bentuk kue yang biasa saya beli seperti saya ceritakan sebelumnya berbentuk batang, namun karena asisten koki saya usianya belum 5 tahun, supaya mudah membentuknya saya buat bulat - bulat saja (saran saya jika ingin mencoba resep ini, jangan terlalu tinggi/besar karena kue jadi sukar matang)

     Hasil kuenya, tekstur kue mirip kue batang keju jajanan saya dulu tapi rasanya tidak segurih kue keju 'jadoel' tersebut.  Mungkin karena rasanya hanya mengandalkan gurih dari keju cheddar.  Saya memang merasa belum perlu membubuhkan bahan penyedap karena masih yakin anak saya masih bisa menerima kue tanpa bahan penyedap (vetsin/MSG ataupun kaldu ayam/sapi bubuk) ini.

Tuesday, July 12, 2016

CILOK ISI AYAM BUMBU OPOR DENGAN SAUS KACANG

Oleh  :  Resna Natamihardja

     Suatu hari seorang tetangga datang bersama anaknya yang membawa sekantung jajanan di tangannya.  Selama tamu masih di rumah sekilas saya melihat anak saya mengamati kantung plastik yang digenggam anak tadi.  Hanya sebentar tetangga tadi mampir di rumah, rupanya memberikan 'kesan' mendalam bagi anak saya.

     Ketika tetangga tadi sudah hilang dari pandangan mata, putri saya berbicara pelan, " kayaknya enak ya ma...Teteh mau...".  Saya mengerutkan kening, " kayaknya pedas deh Teh...liat aja warnanya merah.".  Lalu saya jelaskan makanan tadi namanya cilok dan bumbunya saus sambal cabe, rasanya pasti pedas.  Untungnya anak saya tidak suka pedas.

     Tapi entah kenapa, suatu saat tiba - tiba terfikir memberinya 'surprise' dengan membawakannya jajanan cilok tapi bukan yang berbumbu saus cabai berwarna merah seperti yang dibawa tetangga.  Yang saya bawa adalah cilok dengan bumbu saus kacang.  Itupun saya minta saus kacangnya dibungkus terpisah.  Saya fikir sekali ini bawa belum tentu dia suka juga.  Karena setelah diicip bumbu saus kacangnya terasa pedas, bumbunya tidak jadi saya berikan.  Ternyata putri saya suka.  Dia berkomentar rasanya enak dan dengan mata berbinar dia berpesan, " besok beli lagi ya ma...".  Hadeuh...

     Saya ingat, sebenarnya saya dulu pernah membuat cilok tapi dengan isi daging dan lemak sapi, yang saya ingat komposisi tepungnya adalah satu bagian tepung tapioka dicampur dengan  setengah bagian tepung terigu.  Tapi kali ini saya ingin meniru cilok yang saya beli sekarang.   Saya coba icip - icip, rasa isiannya seperti opor ayam.  Maka akhirnya saya pun membuatnya sendiri di rumah.

    Dan kali ini pun saya ingin membuat cilok tanpa menggunakan bumbu penyedap buatan pabrik (vetsin/MSG atau kaldu bubuk).  Dan tentu saja bisa disimpan tanpa pengawet.

      Seperti ini komposisi bahan cilok yang saya pergunakan :

Bahan Cilok :
 250 gram tepung tapioka
125 gram tepung terigu
1 batang daun bawang diiris halus
3 butir bawang merah cincang halus, goreng
2 siung bawang putih cincang halus, goreng
Garam secukupnya
Gula pasir secukupnya
1/2 gelas kaldu rebusan tulang ayam, didihkan











Bahan Isi Ayam :
150 gram ayam filet, cincang halus
2 butir bawang merah cincang
3 siung bawang putih, cincang
2 butir kemiri goreng, haluskan
1/8 sendok teh ketumbar, haluskan
1/8 sendok teh merica bubuk
seujung sendok teh pala bubuk
1 lembar daun salam
1 batang serai diikat
Garam secukupnya
Gula Pasir secukupnya
 
      Saya memilih proses pembuatan seperti ini :

1.  Mula - mula siapkan bahan isian, goreng cincang bawang merah dan bawang putih, masukkan bumbu halus, goreng sampai wangi.  Baru masukkan ayam, daun salam dan serai beri air 1 gelas (akan lebih baik jika pakai santan).  Masak sampai matang dan air habis. Sebelum diangkat cicipi dulu rasanya.  Sisihkan.

2.  Sebelum membuat bahan cilok, siapkan dulu air yang direbus mendidih (tambahkan minyak goreng dalam air rebusan). 

3. Campurkan semua bahan termasuk kaldu panas.  Jika dirasa belum lembut, bisa ditambah air panas biasa.  Cicipi rasanya.  Jika sudah terasa pas baru dibentuk dengan mengisi adonan ayam di dalamnya.

     Kemudian sebagai pelengkapnya saya membuat bumbu saus kacang untuk cilok dengan resep dan cara membuat seperti ini :

Bahan :
50 gram kacang tanah digoreng sampai matang sempurna
2 butir bawang merah digoreng
2 siung bawang putih digoreng
1/2 ruas jari kencur
1 buah cabai merah lokal buang bijinya digoreng
Garam secukupnya
Gula pasir secukupnya

Cara Membuat :
1.  Haluskan semua bahan hingga benar - benar halus.
2.  Masak dalam wajan dengan menambahkan 1 gelas air hingga matang.

     Tapi ternyata putri saya lebih suka memakan ciloknya saja, meski bumbunya sudah dibuat tidak pedas.  Saya menyimpan cilok dalam plastik es dengan kemasan isi 8 butir.  Sehingga setiap akan dikonsumsi tinggal dikeluarkan dan dipanaskan dengan cara direbus atau dikukus (disimpan dalam pinggan tahan panas dan dimasukan dandang).

     Tentu saja rasa makanan akan jauh lebih sedap dengan tambahan bumbu penyedap instan buatan pabrik (vetsin/MSG atau kaldu bubuk).  Jika memang diperlukan, food additive semacam ini dapat ditambahkan ke dalam komposisi bahan baik bahan cilok, isiannya ataupun bumbu saus kacangnya.  Bahkan penambahan rebusan kaldu yang mengandung lemak sapi seperti yang saya lakukan sebelum ini, selain membuat lebih gurih juga membuat tekstur cilok lebih lembut.  Tapi kali ini saya merasa belum perlu, karena anak saya masih bisa menikmati cilok yang saya buat dengan bahan dan resep seperti saya tulis di atas.

Monday, July 4, 2016

KEBUTUHAN BUKAN KEINGINAN

Oleh  :  Resna Natamihardja

     Semula catatan ini ingin saya beri judul dengan kalimat awal " KATA BAPAK SAYA ", seperti ungkapan yang terkenal melalui sebuah sinetron komedi yang ditayangkan di sebuah televisi swasta pada setiap sore hari.  Tapi karena catatan ini saya masukkan dalam chapter kontemplasi, akhirnya ungkapan itu tidak jadi saya rangkaikan dalam kalimat awal judul tulisan ini.

     Melihat jalanan sepanjang pusat pertokoan di kota saya macet, penuh dengan kendaraan dan orang yang berlalu lalang, saya malah teringat ucapan almarhum ayah saya belasan tahun silam.

    Setiap menjelang lebaran, setiap karyawan pasti akan mendapatkan Tunjangan Hari Raya.  Biasanya jumlahnya adalah satu kali gaji bulanan untuk karyawan swasta.  Dan tahun ini mengkonversi tradisi kenaikan gaji yang biasa dilakukan pemimpin sebelumnya,  Pegawai Negeri Sipil pun mendapatkan gaji ke 14 sebesar satu kali gaji pokok sebagai Tunjangan Hari Raya.

     Alhasil penuhlan pusat perbelanjaan dengan orang - orang yang ingin membeli barang - barang untuk 'menyambut' lebaran di penghujung bulan ramadhan ini.

     Ayah saya sudah berpulang lebih dari delapan tahun silam.  Seingat saya nasihat ini belaiu sampaikan ketika pertama kali saya mulai bekerja selepas menuntaskan pendidikan sekitar enam belas tahun silam.  Waktu itu saya belajar bekerja di sebuah pusat perbelanjaan dan menjelang lebaran saya mendapatkan THR.

     Saya tanyakan ayah ibu saya ingin dibelikan apa untuk 'hadiah' lebaran.  Ibu waktu itu menjawab mukena, sedangkan ayah memberikan jawaban tak terduga yang sampai saat ini membuat saya kerap menitikan air mata jika mengingatnya.  Saat itu ayah saya kurang lebih menjawab begini jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, " Terima kasih Teteh sudah punya niat ingin memberikan hadiah buat Bapak...Bapak tak ingin dibelikan apa - apa...Sekarang Teteh bisa memenuhi kebutuhan sendiri nilaianya bagi Bapak sudah sama  dengan memberi buat Bapak....Belikan saja untuk kebutuhan Teteh...Tapi ingat jangan membeli mengikuti hawa nafsu, jangan cuma mengikuti keinginan...Pikirkan baik - baik benarkah itu yang kita butuhkan."

     " Tak perlu belajar untuk menghabiskan uang, pasti bisa dengan sendirinya...yang harus dipelajari itu mengendalikan diri untuk tidak selalu mengikuti keinginan.  Membeli itu dasarnya kebutuhan bukan keinginan."

     Ayah saya mememang mengajari anak - anaknya sejak kecil untuk hidup hemat.  Kami anak - anaknya diajari punya tabungan sejak dini.  Tapi kali ini yang saya gunakan bukan lagi uang dari ayah saya, tapi hasil kerja saya.  Di saat yang tepat ayah saya memberikan nasihatnya.  Alhamdulillah  nasihat itu masih kerap mampu menuntun saya dalam bersikap terutama dalam menentukan prioritas dalam membeli barang konsumsi.

     Tahun ini, setelah menyisihkan dua setengah persen untuk zakat penghasilan, barulah saya mempertimbangkan barang - barang apa yang akan saya beli untuk diri sendiri dan keluarga maupun beragam bingkisan (baik yang berkategori sedekah maupun hadiah) untuk orang - orang di sekitar saya.