Suatu hari seorang teman yang memiliki putra yang masih bayi bertanya bagaimana saya pertama kali mengenalkan makanan padat pada putri saya. Dan dengan yakin saya menjawab bahwa sampai usia tigabelas bulan putri saya setiap hari hanya mendapatkan makanan padat secara bertahap mulai dari bubur cair hingga nasi tim buatan sendiri di rumah.
Makanan bayi yang saya buat berbahan makanan organik dan tanpa rasa. Karena putri saya adalah anak pertama (dan sepertinya hanya akan menjadi satu - satunya putri saya hehe...) saya waktu itu belum punya pengetahuan cukup sehingga di awal pemberian makanan bayi (umur enam bulan) saya pernah melakukan kesalahan, setelah dua minggu memberikan bubur halus dan encer berbahan beras putih, saya memasukkan sekuntum brokoli yang diblender bersama bubur beras halus encer tersebut. Alhasil perut putri saya langsung kembung (duh, maafkan mama ya nak...)
Dari kesalahan itu saya mulai browsing mencari bahan pangan untuk makanan bayi yang pas untuk usianya. Saya menemukan salah satu artikel di wholesomebabyfood.momtastic.com yang berisi chart makanan sesuai usia bayi.
Bahan makanan yang tercantum di sana banyak yang asing untuk saya. Tapi beberapa bukan makanan yang asing di Indonesia, dan saya pun hanya memilih yang mudah di dapat di sekitar tempat tinggal saya saja.
Berikut bahan pangan yang saya pernah gunakan dalam pembuatan makanan bayi padat untuk putri saya berdasar tahap usia nya.
1. Bulan ke enam sampai dengan delapan (6,7,8 bulan)
Putri saya dikenalkan dengan makanan bayi cair halus berbahan beras putih dan secara bertahap ditambah sayuran wortel atau ubi jalar merah dan protein hewani dari ayam. Sedangkan untuk buahnya saya hanya memilih alpukat dan pisang. Meski sayuran seperti kacang polong atau buah - buahan seperti apel dan pir dikatakan sudah boleh diberikan pada usia teresebut tapi saya tidak memilihkan sayuran dan buah - buahan tersebut pada putri saya.
2. Bulan ke delapan sampai dengan sepuluh (8,9,10 bulan)
Bahan pangan yang dikenalkan di usia ini bertambah dengan beras merah, sayurannya bertambah dengan brokoli dan kembang kol, mulai dikenalkan juga protein nabati berupa kacang - kacangan, buah - buahannya saya tambah dengan pengenalan pepaya, sedangkan protein hewaninya saya tambah dengan ikan air tawar (saya pilih ikan gurame yang tebal dagingnya). Meski protein hewani daging sapi dan telur ayam sudah dibolehkan pada usia ini tapi saya belum memberikannya pada putri saya.
3. Bulan ke sepuluh sampai dengan duabelas (10,11,12 bulan)
Di usia ini saya semakin leluasa mengeksplorasi jenis - jenis bahan makanan, sayuran sampai labu siam dan terong ungu pun saya masukkan, protein hewaninya bertambah dengan telur dan daging sapi, buahnya bertambah dengan jus jeruk.
Saya memberikan bahan makanan dengan jenis yang lebih terbatas karena saya menambahkan kriteria lain untuk pilihan jenis makanannya yakni lokal dan organik. Mungkin sedikit berlebihan kekhawatiran saya tentang produk import. Saya juga melakukan penundaan pemberian beberapa jenis protein hewani seperti telur atau ikan laut (seafood) karena antisipasi (yang mungkin juga sedikit berlebihan) dari kemungkinan menyebabkan alergi.
Saya bersyukur selama periode enam bulan tahapan awal pengenalan makanan padat untuk putri saya, sayuran organik yang saya inginkan seperti wortel, brokoli, kembang kol sampai terong ungu supply nya konstan ke supermarket langganan saya, karena sekarang saya sulit menemukan jenis sayuran tersebut dengan label organik di kemasannya.
Untuk beras putih dan beras merah dulu saya menggunakan produk 'Mentariku', adapun untuk kacang - kacangan saya biasanya menggunakan yang sudah berbentuk tepung (pilihan saya tepung kacang hijau, kacang kedelai, kacang merah) produk 'Gasol', sedang untuk sayurannnya saya dulu memakai produk 'Cisondari'.
Mengenai jenis protein hewani, karena di supermarket tidak terdapat produk berlabel organik, saya memilih ayam kampung yang di Pasar Cikurubuk Kota Tasikmalaya banyak dijual dalam kondisi hidup, dipotong dan dibersihkan di depan pembeli. Seorang famili mengatakan sekarang ini jarang ayam yang sepenuhnya organik, tapi setidaknya menurut seorang peternak biasanya ayam kampung yang sengaja diternakkan sekalipun hanya mendapat pakan produksi pabrik selama empat bulan pertama selanjutnya mendapat pakan alami. Namun selama periode pemeliharaan ayam tersebut mungkin tetap mendapatkan obat - obatan. Tapi yah, hanya itu pilihan yang ada, setidaknya masih agak 'mending' dibanding membeli ayam bukan ras (broiler). Demikian pula dalam pemilihan ikan gurame, saya berusaha mencari yang alami meski sulit dan tidak selalu dapat. Hmm...saya cuma bisa memaksimalkan ikhtiar.
Catatan penting dalam pembuatan makanan bayi adalah saya tidak pernah menambahkan penambah rasa apapun jenisnya baik manis dari gula maupun asin dari garam. Jadi anak saya hanya mengenal rasa asli makanan, manis dari wortel, gurih dari ayam atau ikan dan lain - lain. Beberapa famili kelihatan 'kasihan' dengan putri saya yang makanannya tanpa rasa hehe....tapi saya yakin pilihan saya benar.
Saya baru menambahkan rasa asin di umur ke tiga belas bulan karena saya tidak bisa menemukan unsalted cheddar cheese. Karenanya mau tidak mau anak saya akhirnya untuk pertama kali mengenal rasa asin.
Saya rasa pilihan makanan padat tanpa rasa di awal pengenalan makanan untuk putri saya justru memudahkan saya untuk tetap bisa menjejalkan makanan buatan rumah tanpa tambahan penyedap hingga sekarang. Meski mungkin karena bosan ada beberapa makanana yang awalnya merupakan makanan favoritnya (seperti alpukat) sekarang dia sedang tidak doyan. Tapi beberapa sayuran baru yang bagi sebagian anak lain mungkin sulit diterima (seperti oyong) dia malah suka. Meski sekarang dia kadang memilih karena rasa bosan tapi masih banyak sayuran atau buah - buahan lain yang bisa menjadi alternatif untuk saya memberikan makanan bergizi baik untuknya. Sekarang ini saya juga sudah tidak lagi membatasi keharusan organik untuk bahan makanan putri saya, asalakan dicuci bersih di air mengalir saya merasa sudah cukup 'aman'.
No comments:
Post a Comment