Oleh : Resna Natamihardja
Tak mudah menjalankan hidup sederhana di masa sekarang ini. Di tengah gempuran beragam strategi pemasaran produk yang menjadikan kita 'sasaran tembak'. Bahkan ada orang yang lebih menilai apa yang kasat mata ketimbang meresapi makna dibalik apa yang terlihat. Saya ingat, cerita seorang teman tentang pengalaman parkir di sebuah pusat perbelanjaan, bahwa ketika dia memarkir sebuah kendaraan berkategori mobil mewah (yang sebenarnya bukan miliknya) sikap juru parkir begitu santun. Tak sama dengan waktu dia memarkir motor bututnya.
Bahkan ada yang menganggap orang yang memilih penampilan sederhana sebagai orang yang berupaya manipulatif. Beberapa tahun lalu saya sempat bekerja di sebuah perusahaan swasta milik perorangan yang pemiliknya pergi ke kantor dengan dandanan 'secukupnya' dan menaiki kendaraan yang 'biasa-biasa saja'. Dan seorang teman malah berpendapat itu hanya salah satu upaya meredam gejolak karyawan yang berupaya meningkatkan kesejahteraan (lebih dianggap salah satu trik licik majikan agar bisa tetap membayar murah pekerjanya). Sebuah prasangka........
Tak salah memang memilih menjalani hidup dengan 'kenyamanan' atau dengan penampilan yang membuat kita dihargai orang. Tapi rasanya kita juga harus berhitung dengan kemampuan finansial kita. Berapa banyak orang terjerat leasing, terbelit tagihan kartu kredit atau bentuk-bentuk kredit konsumsi lainnya. Yang semuanya dipergunakan untuk menciptakan kesan tentang dirinya. Bukanlah sebuah kesalahan berusaha menciptakan kenyamanan hidup atau menjaga penampilan, mengelola kesan terhadap diri, tapi jika itu dilakukan tanpa perhitungan atas kemampuan finansial, bukankan ujung-ujungnya justru menyusahkan diri sendiri ? Tanpa sadar kita telah dibuat pontang-panting hanya demi mengejar penilaian orang lain.
Rasanya sulit menemukan orang di sekitar saya yang 'memilih' hidup sederhana. Jika pun saya menemukan orang yang sederhana, sepertinya mereka menjalani karena tak ada pilihan lain. Kekurangan yang membuat mereka hidup sederhana.
Tak salah memang memilih menjalani hidup dengan 'kenyamanan' atau dengan penampilan yang membuat kita dihargai orang. Tapi rasanya kita juga harus berhitung dengan kemampuan finansial kita. Berapa banyak orang terjerat leasing, terbelit tagihan kartu kredit atau bentuk-bentuk kredit konsumsi lainnya. Yang semuanya dipergunakan untuk menciptakan kesan tentang dirinya. Bukanlah sebuah kesalahan berusaha menciptakan kenyamanan hidup atau menjaga penampilan, mengelola kesan terhadap diri, tapi jika itu dilakukan tanpa perhitungan atas kemampuan finansial, bukankan ujung-ujungnya justru menyusahkan diri sendiri ? Tanpa sadar kita telah dibuat pontang-panting hanya demi mengejar penilaian orang lain.
Mungkin orang lupa betapa menjalani hidup sederhana adalah salah satu bentuk keluhuran budi, upaya menenggang rasa, mengurangi kecemburuan sosial dari orang-orang yang kehidupannya kurang beruntung. Lupa bahwa hidup sederhana adalah bukti tingkat pengendalian diri yang baik. Orang yang memilih hidup sederhana dan konsisten dengan pilihannya adalah orang yang berhasil mengendalikan hasratnya, mengalahkan hawa nafsunya. Salah satunya nafsu untuk mengejar penilaian orang lain.
Mungkin ada yang ragu untuk hidup sederhana karena kekhawatiran akan mengurangi penghargaan dari orang lain. Mungkin tidak terpikir, jika mereka menghargai kita karena apa yang kita miliki atau apa yang kita kenakan, berarti sesungguhnya mereka bukan menghargai kita tapi menghargai benda-benda tersebut. (Hmm...jadi ingat cerita Nasrudin Hoja yang 'menyuapi' bajunya di sebuah resepsi, karena dia menyadari sang empunya hajat rupanya menyikapinya secara berbeda berdasar penampilannya, ketika datang dengan penampilan seadanya, tuan rumah tidak menyambutnya dengan penghargaan yang sama dengan ketika ia datang dengan pakaian bagusnya....)
Mungkin ada yang ragu untuk hidup sederhana karena kekhawatiran akan mengurangi penghargaan dari orang lain. Mungkin tidak terpikir, jika mereka menghargai kita karena apa yang kita miliki atau apa yang kita kenakan, berarti sesungguhnya mereka bukan menghargai kita tapi menghargai benda-benda tersebut. (Hmm...jadi ingat cerita Nasrudin Hoja yang 'menyuapi' bajunya di sebuah resepsi, karena dia menyadari sang empunya hajat rupanya menyikapinya secara berbeda berdasar penampilannya, ketika datang dengan penampilan seadanya, tuan rumah tidak menyambutnya dengan penghargaan yang sama dengan ketika ia datang dengan pakaian bagusnya....)
Lebih jauh, tak mudah untuk tetap konsisten menjalani hidup sederhana ditengah beragam tantangan di sekeliling kita. Di tengah mulai orang-orang yang lupa bahwa ada kemuliaan di balik hidup sederhana.
No comments:
Post a Comment