Wednesday, November 3, 2010

KETIKA PERCAKAPAN MENGAMBIL KEBAIKAN YANG KITA PUNYA

Oleh : Resna Natamihardja

     Beberapa hari yang lalu, seorang teman 'membagi' kegundahan hatinya pada saya, " aku sering bingung kalau lagi kumpul-kumpul sama ibu-ibu di kantor.."

     Teman saya yang notabene juga ibu-ibu juga lalu bercerita, " kalau mereka lagi pada ngumpul begitu, diantara topik yang paling sering mereka bicarakan adalah orang lain, terutama kekurangan orang lain, kesalahan orang lain. Sementara sebagian hatiku sering 'menolak' pembicaraan itu karena rasanya tak sesuai dengan nilai-nilai yang kumiliki.  Orangtua, guru dari kecil mengajariku bahwa ghibah itu dosa, bahkan dikatakan dosa orang yang kita ceritakan itu akan berpindah pada orang yang menceritakan dan amal kebaikan kita akan menjadi miliknya."

     Setelah menarik nafas, dia melanjutkan ceritanya, " Kadang aku sampai heran, mereka kelihatan kompak dan akrab, tapi satu sama lain saling membicarakan.  seperti tak ada rasa bersalah memburuk-burukkan teman mereka sendiri."

     Selama kita hidup, hampir dipastikan kita akan selalu mengalami saat saat kebersamaan dengan orang lain yang mengharuskan kita menjalin konversasi dengan orang (atau orang-orang tersebut).  Bukan masalah jika kita memiliki banyak alternatif topik yang bisa kita jadikan materi pembicaraan dengan orang (atau orang-orang tersebut).

     Masalah adalah jika salah satu pihak dari pelaku percakapan itu memiliki keterbatasan wawasan.  Entah orang yang kita ajak bicara atau bahkan kita sendiri yang memiliki keterbatasan wawasan semacam itu.  Jika kita sama-sama ingin tetap meneruskan kesenangan menikmati moment kebersamaan itu, maka alternatif topik yang muncul adalah membicarakan orang lain, entah sisi buruk atau sisi baik seseorang.  Mungkin tak menjadi masalah untuk sebagian orang lain, tapi menjadi masalah untuk orang seperti sahabat saya. Dia punya nilai - nilai yang ditanamkan lingkungannya yang membuat dia merasa tidak nyaman, merasa bersalah berada dalam situasi tersebut, sementara di sisi lain dia juga memiliki kebutuhan untuk diakui oleh rekan - rekannya.

     Pikiran saya semakin tergelitik, jika teman - teman kantornya memang memiliki keterbatasan wawasan, mengapa pilihannya bukan bercerita tentang kebaikan orang lain.  Mengapa mereka harus bercerita tentang keburukan sesamanya sendiri?

     Saya cuma bisa menduga-duga motif mereka, mungkin diam -diam mereka ingin kelihatan lebih baik dari orang yang mereka jelek-jelekkan? Ah, jadi berprasangka... ( Perlahan dalam fikiran saya, orang yang suka bercerita tentang sisi buruk atau kekurangan orang lain jadi nampak sebagai orang bodoh yang berhati jahat. )

     Menurut saya, sahabat saya memiliki wawasan yang cukup luas, dia termasuk seorang pencinta buku.  Saya fikir dia bisa mengalihkan obyek pembicaraan dari sesuatu yang meresahkan hatinya ke hal - hal yang menenangkan hatinya.  Tapi apakah teman-teman kantornya punya wawasan atau ketertarikan yang sama? belum tentu juga. 


     Dan tiba-tiba terfikir oleh saya, jangan-jangan diantara yang sudah saya tulis juga ada yang termasuk kategori menjelek-jelekkan orang lain.  Mudah-mudahan tidak.....

No comments:

Post a Comment