Tuesday, July 18, 2017

Mudik Menggunakan Layanan Jasa Transportasi Publik Kekinian : Tiket Kereta Api 'Go Show' Dan Taksi Online 'Go Ride'

Oleh : Resna Natamihardja

     Tahun ini kembali kami sekeluarga (bertiga) 'mudik' ke Bandung.  Meski kami 'mudik' dengan arah melawan arus (kecenderungan mudik yang mengarah ke timur) yang prediksinya takkan terlalu macet, kami memutuskan menggunakan layanan transportasi bebas macet yakni kereta.

    Dan karena percaya diri yang didasari keyakinan bahwa mudik arah utama nya adalah ke 'timur', maka kami juga tidak khawatir akan kehabisan tiket.  Jadi kami tidak memesan tiket jauh - jauh hari sebelumnya.  Kami bahkan optimis akan memilih layanan dengan tiket kereta non ekonomi untuk jarak pendek, yakni layanan yang dilabeli dengan nama 'Go Show'.

     Tiket Go Show adalah tiket yang hanya bisa dibeli pada layanan penjualan tiket PT. Kereta Api yang terdapat di dalam stasiun.  Dijual kurang lebih dua jam sebelum waktu keberangkatan.  Saya mengamati ada perubahan harga tiket, menurut perkiraan saya ketika kereta sudah memasuki stasiun Banjar, harga tiket Go Show turun lagi sepuluh ribu rupiah  dari delapan puluh lima ribu rupiah menjadi tujuh puluh lima ribu rupiah (mudah mudahan pengematan saya tidak salah hehe...)

     Optimisme kami terjawab, pada hari yang telah direncanakan, kami mengecek ketersediaan tiket untuk kereta kelas eksekutif, yang Alhamdulillah memang tersedia.  Kami memilih kereta jurusan Surabaya Bandung yang dinamai Argowillis.

     Mungkin karena jadwal pemberangkatan kereta bertambah padat dengan adanya rangkaian kereta khusus angkutan lebaran, kami berangkat dari stasiun Tasikmalaya dengan waktu lebih lambat dari jadwal yang seharusnya.

     Menggunakan kereta kelas eksekutif, yang kami nikmati kali ini bukan hanya sesuai standar layanan kelas eksekutif yang memang seharusnya didapatkan (sesuai kelas yang kami pilih), tapi juga keleluasaan karena banyak kursi yang tidak terisi.  Kami pikir bisa memilih duduk dimana saja.  Setelah melewati pemeriksaan tiket oleh customer service on train (dulu disebut kondektur), saya mengamati banyak kursi yang 'sudah' tidak terisi termasuk kursi di depan kami.  Dan karena hal ini, kami bertiga bisa duduk berhadapan.  Bahkan karena dua tempat duduk di depan kami kosong, putri saya bisa memanfaatkan kedua tempat duduk tersebut sepanjang perjalanan.

     Sepanjang perjalanan kami melihat kepadatan kendaraan memenuhi jalan raya.  Meski begitu, perjalanan kami tidak terhambat karena kemacetan lalu lintas tersebut.  Perjalanan kami lancar sekali sampai tujuan.

     Turun di stasiun kota Bandung,  kami kembali memilih menggunakan layanan jasa transportasi kekinian, yakni jasa layanan transportasi roda empat berbasis online.  Pilihan kami didasari kondisi kami,  untuk sampai ke rumah yang dituju, kami harus berganti angkutan umum hingga tiga kali dan ini merepotkan kami yang harus menenteng barang bawaan yang cukup banyak dan menuntun seorang anak kecil (putri saya berusia 5,5 tahun).

    Alhamdulillah, driver taksi online yang saya dapat sangat ramah dan komunikatif.  Di perjalanan, satu informasi saya dapat, bahwa taksi konvensional yang armadanya bercat biru ternyata menjalin kerjasama dengan provider taksi online yang kami gunakan.  Kami memilih layanan online 'Go Ride' yang merupakan 'saudara kandung' 'Go Jek'.

     Menurut driver 'Go Ride' yang mengantar kami,  jika kami memesan 'Go Ride' bisa saja yang datang adalah taksi konvensional namun tarif yang akan dikenakan tetap tarif yang ditetapkan taksi online.

     Informasi ini ternyata cukup bermanfaat ketika kami pulang ke Tasikmalaya.

     Pada waktunya pulang, suami kembali memesan taksi online, dan yang menjemput adalah taksi konvensional berlogo burung biru seperti yang pernah diceritaka driver taksi online yang mengantar kami sewaktu baru sampai di Bandung.

     Di perjalanan, driver taksi 'Blue Bird' ini bercerita bahwa ia baru saja ditolak oleh seorang pemesan taksi online karena yang datang bukan 'mobil pribadi' seperti yang diinginkannya.  Mungkin si pemesan khawatir akan dikenakan tarif taksi konvensional.

     Menurut Bapak supir taksi ini, bergabung dengan taksi online ini merupakan pilihan yang boleh diambil ataupun tidak oleh supir di perusahaan taksinya.  Namun kebanyakan driver memilih bergabung dengan provider taksi online ini kendati mereka harus mengeluarkan uang untuk membeli smartphone sendiri.

     Sepanjang perjalanan argometer taksi tetap berjalan, dan sebagai emak - emak yang memegang teguh prinsip hemat pangkal kaya hehe...saya mempertanyakan kondisi argometer yang tetap berjalan ini.  Driver nya menjawab kurang lebih bahwa argometer termasuk peralatan yang tidak boleh dimatikan karena itu merupakan sarana yang membuatnya tetap terhubung dengan operator taksi konvensional tempatnya bekerja.

     Dari rumah hingga stasiun, saya mendapati perbedaan mencolok antara argometer dengan tarif yang ditetapkan provider taksi online.  Pada argometer tertera angka lebih dari Rp. 37.000 sementara tarif taksi online yang tertera pada aplikasi provider taksi online hanya Rp. 20.000 (perjalanan kami berlangsung sebelum pemberlakuan tarif batas bawah taksi online yang resmi berlaku mulai 1 Juli 2017).

     Di perjalanan dengan kereta api kelas eksekutif , memanfaatkan tiket Go Show, kami lagi lagi melihat banyak tempat duduk tak berpenumpang.  Jika pada waktu berangkat kami 'berhasil' memanfaatkan keleluasaan menduduki kursi yang tidak berpenumpang yang tersedia karena kereta yang kosong.  Kali ini kami kena tegur costumer service on train yang bertugas dan suami diminta untuk pindah ke tempat duduk yang semestinya, sesuai tiket, meski kursi yang diduduki suami adalah kursi kosong (ketika sampai di stasiun kota Tasikmalaya, kursi tersebut tetap kosong).  Hehe,maaf pak...ternyata tidak boleh ya...kami tidak tahu.

     Mudik dengan angkutan publik ternyata tidak ribet kok, kalau kita memiliki informasi yang memadai tentang cara memanfaatkannya.  Kami tak perlu menghabiskan banyak waktu di jalan karena kemacetan luar biasa.